A. Pengertian hukum waris adat
Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis
ketentuan tentang sistem dan asas-asas waris, tentang harta warisan, pewaris
dan ahli waris, serta cara harta warisan itu dialihkan penguasaan dan
pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris.
Adapun yang dimaksud dengan harta warisan adalah harta
kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah dibagi atau masih
dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Termasuk didalam harta warisan adalah harta
pustaka, harta bawaan dan harta yang diusahakan. Pewaris adalah orang yang
meneruskan harta peninggalan atau orang yang mempunyai harta warisan. Ahli
waris adalah istilah yang menunjukan orang yang mendapatkan harta warisan atau
orang yang berhak atas harta warisan.
Cara pengalihan adalah proses penerusan harta warisan dari
pewaris kepada ahli waris, baik sebelum maupun sesudah wafat. Hukum waris adat
sebenarnya adalah hukum penerus harta kekayaan dari suatu generasi kepada
generasi keturunanya.
Untuk terjadinya pewarisan haruslah memenuhi empat unsur
pokok, yaitu:
a) Adanya pewaris
b) Adanya harta waris
c) Adanya ahli waris dan
d) Penerus dan pemindahan harta waris
B. Kewarisan adat Ende
Ende merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di pertengahan
pulau flores-NTT. Didalam daerah Ende sendiri terdapat berbagai macam lapisan
masyarakat dengan agama dan suku yang berbeda-beda. Di daerah ini terdapat dua
suku dan budaya yaitu suku ende dan suku lio. Suku ende sendiri terdapat di
daerah pesisir pantai dan mayoritas masyarakatnya memeluk agama islam. sedangkan
suku lio sendiri terdapat dibagian pedalaman atau pegunungan. dan berbeda
dengan suku ende, suku lio ini sebagian besar masyarakatnya memeluk agama
kristen dan protestan.
Mengenai proses pembagian harta warisan dikalangan masyarakat ende sendiri diturunkan
secara turun temurun yang memang pembagianya dikuasai oleh anak laki-laki
tertua. Hanya saja dalam proses pembagianya kurang tegas sebagiamana yang
terjadi pada umumnya pembagian warisan yang berlaku.
a) Dalam proses pembagian warisan anak
laki-laki mendapatkan dua bagian dan anak perempuan mendapatkan satu bagian
saja. Akan tetapi yang sering terjadi pada umumnya anak laki-laki tertua yang
lebih menguasai sehingga dalam proses pembagian harta warisan itu tidak
berdasarkan aturan yang berlaku tetapi menurut kemauannya atau kehendaknya
saja, dengan kata lain dalam bahas adat “pati wata tau rasi mbasa” (pemberian kepada saudari perempuan hanya
untuk sekedrnya saja) sehingga dengan demikian anak laki-laki lebih menguasai
harta warisan tersebut.
b) Jikalau ahli warisnya hanya terdapat
anak perempuan maka anak perempuan yang lebih tualah yang lebih berkuasa atas
harta warisan tersebut, sebab tidak ada kritria khusus atau batasan dalam
pembagian harta warisan namun kembali kepada wewenang anak perempuan tertua atau
yang dikenal dalam bahasa Ende “ana ata ka’e” (anak pertama atau
anak tertua) mau diberikan berapa hak waris kepada adik-adiknya, dan hal ini
tidak terjadi permasalahan antara satu dengan yang lainnya.
c) Pemberian warisan kepada sesorang
yang dianggap sebagai anak angkat denganistilah adat Endenya disebut “ ana dari nia pase za’e” (anak yang
berdiri didepan dan menjaga tempat/yang diberi amanah) dimana orang ini
dianggap sebagai keluarga sendiri.
d) Pemberian warisan kepada sesorang
(saudara, teman, kerabat dsb) yang dianggap seperti keluarga sendiri. Yang mana
didalam bahasa adatnya “pati zai ti’I iwaka wiki” (pemberian yang sudah tidak
bisa diangkat lagi dan diambil lagi) walaupun pemberian itu untuk orang lain.
Misalnya sesorang yang diberikan sebidang tanah untuk dikelolah tau digarap
dsb.
(Jika ada kesalahan dan kekurangan dari sumber yang kami sajikan, mari kita diskusikan dengan baik :-) )
Fastabiqul Khairat
(Jika ada kesalahan dan kekurangan dari sumber yang kami sajikan, mari kita diskusikan dengan baik :-) )
Fastabiqul Khairat